LangkatPedia.com, Langkat – Masyarakat Melayu Pesisir timur sumatera sangat identik dengan panganan manisan berbahan buah yang di namakan Halua yang disajikan dihari Lebaran dan acara pernikahan. Manisan Halua disajikan dalam acara adat penikahan melayu dalam prosesi yang dinamakan Nasi Hadap-hadapan yang dilaksanakan dimana pengantin pria dan perempuan beserta keluarga kedua mempelai melakukan jamuan bersantap bersama dengan sajian makanan khas Melayu dengan duduk bersilah.
Corak Budaya Melayu yang bercorak Islam mempengaruhi , budaya adat istiadat dan kaidah bahasa yang digunakan pada masyarakat melayu. Salah satu tata bahasa yang digunakan adalah penggunakan bahasa arab gundul ( Tulisan arab tanpa harakat ) sehingga penamaan Halua berkaitan dengan Halwa yang miliki arti “ manisan” yang diberikan untuk seorang anak Perempuan, dan boleh diberikan untuk nama sebuah produk, tempat ataupun makanan. Nama Halwa berasal dari Arab (Islam), dengan huruf awal H dan terdiri atas 5 huruf. Kata Halwa memiliki pengertian, definisi, maksud atau makna manisan.
Dalam kaidah Melayu Halua /Halwa adalah sejenis manisan yang terbuat dari berbagai macam buah yang tumbuh di pesisir timur Sumatera. Halua sendiri berbahan dasar buah-buahan seperti seperti pepaya, cabai, labu, wortel, daun pepaya, buah gelugur, buah renda, terong, kolang kaling, buah gundur. Bahan-bahan tersebut terlebih dahulu dibersihkan. Setelah dibersihkan lalu diberikan gula untuk kemudian diendapkan selama beberapa hari. Setelah dicampur dengan gula yang dipanaskan, atau pun dimasukkan langsung dalam manisan yang sudah dibentuk.
Manisan Halua pada masa kesultanan di pesisir timur yang terbentang dari Langkat hingga riau merupakan makanan yang dihidangkan pada pertemuan dan hari-hari besar di kalangan Kesultanan dan dihidangkan kepada tetamu Kerajaan/kesultanan masa itu.
Secara Kultur budaya Manisan halua adalah khasanah budaya yang dimiliki oleh masyarakat melayu dan tersebar diwilayah sumatera timur baik langkat yang terpusat di Kampung stabat lama, Hamparan Perak dan Paya geli sunggal di Deli Serdang , Tanjung selamat , labuhan deli Kota Medan, Sergai, Tebingtinggi, Batubara, Asahan, Tanjung Balai, Labuhan Batu hingga kota pinang hingga ke kepualauan Riau.
Menurut ibu Hj. Salamiah yang merupakan pengrajin Manisan Halua Sri Langkat yang beralamat di Jl.K.H.Zainul Arifin No.156 Stabat yang merupakan generasi kedua dari gerai halua Sri Langkat , menyampaikan dalam proses pembuatan Manisan halua melalui tiga tahapan penggulaan dengan waktu satu minggu.
Buah yang akan dijadikan manisan terlebih dahulu dihias dan dibentuk sesuai kreatifitas pengrajin selanjutnya dilakukan proses perendaman dengan menggunakan kapur sirih untuk menghilangkan zat asam yang terkandung didalamnya. Pada Tahap Akhir dilakukan Perebusan , perendamaan air gula hingga memakan waktu hingga satu minggu, Hingga proses akhir dan menghasilkan Halua yang siap untuk dipasarakan .Menurut ibu Hj Salamiah Kualitas dari Halua bisa bertahan hingga 1 tahun tergantung pada kekentalan dari Proses penggulaan yang dilakukan dan menurut beliau Penggulaan yang dilakukan adalah tidak menggunakan pemanis buatan.
Dalam liputan media cetak seperti yang ditulis oleh Media online merdeka tanggal 15 juli 2014 dengan tajuk “ ini si manis halua , kuliner lebaran khas melayu langkat” dan media Online detik tanggal 30 Agustus 2011 dengan tajuk ” halua si cantik manis dari Langkat “ dan beberapa media Lainnya menunjukkan bahwa secara cita rasa Manisan Halua Langkat telah menembus pasar Nasional dan internasional, dengan tidak menafikkan wilayah lain yang sebenarnya juga memiliki sentra pengrajin manisan halua.
Upaya menembus pasar dengan standart yang ditetapkan oleh pemerintah , perlu dukungan dalam hal perizinan dan pengembangan pasar sehingga produk-produk lokal tidak tergerus oleh zamannya , dikarenakan para pengrajin melakukan kegiatan secara turun temurun dan dari beberapa pengarajin manisan halua berada di usia lanjut hal ini disampaikan oleh Ibu Ima pengrajin Manisan halua yang berada di tanjung Selamat Medan yang termasuk sukses dalam pengembangan manisan Halua diusia yang relatif muda dengan dukungan Disperindag dan Beberapa Lembaga lainnya. Produksi Yang dikeleola Ibu Ima dengan Label Pondok halua delima telah memenuhi standart dan kemasan yang lebih menarik dan telah memiliki izin Sertifikasi Oleh MUI menjadikan Halua yang dimiliki ibu Imah bisa bersaing di pasar Modern.
Dalam perkembangan selanjutnya dengan kreatifitas dari para bidan pengantin ( weeding organizer ) beberapa hiasan manisan halua dihias dengan aneka ragam dan bentuk untuk hantaran pernikahan salah satunya adalah Halua Betik yang berasal dari pepaya muda , dengan keahlian carving fruit , Manisan Halua menjadi karya seni yang indah , dan tidak hanya sebagai makanan khas melayu namun telah menjadi kerja seni yang sangat bernilai dan warisan budaya yang tak ternilai harganya.
@TM Azzam