SejarahUKM

Khazanah Tenun Songket Melayu Negeri Langkat

 

Songket Melayu Langkat

Sejarah Tenun Songket

Asal mula penemuan teknik tenun diilhami oleh sarang laba-laba. Sejak saat itu penguasa Mesir di tahun 2500 SM memerintahkan rakyatnya untuk membuat bentuk yang serupa untuk membuat busana para bangsawan pada saat itu.

Pada zaman dahulu, menurut Warming dan Gaworski tenunan dengan desain ikat pakan diterapkan di Indonesia yang dibawa oleh pedagang Islam India dan Arab ke Sumatera dan Jawa. Terutama di daerah yang telah kontak dengan islam dan letaknya strategis penting bagi lalu lintas perdagangan.

Gittinger menambahkan bahwa daerah yang menghasilkan tenunan dengan desain benang emas dan perak terdapat di daerah yang membuat desain ikat pakan dan mempergunakan benang sutera. Daerah itu diantaranya Sumatera dan kepulauan Riau.
Sejarah dari mana datangnya kain songket itu tidak dapat dipastikan dengan tepat, namun dan asal usul perkataan songket dikatakan berasal daripada ‘menyungkit’ kerana dalam bahasa Siam ‘kek’ membawa erti menyungkit selain ‘songkok’ (China) membawa maksud yang sama.

Mengikut Robyn Maxwell (1990), pengetahuan orang Melayu mengenai teknik songket mungkin diambil daripada orang Cina yang memperkenalkan bahan logam tetapi kehadiran budaya dari Timur Tengah, Parsi, Turki dan Moghul (India) telah memperkukuhkan lagi penghasilannya.

Patern Songket Langkat
Patern Songket Langkat

Tidak banyak diketahui mengenai asal songket, tetapi kemungkinannya penenunan songket berkembang di Malaysia melalui perkahwinan antara keluarga diraja, yang merupakan strategi penyatuan biasa sekitar abad ke-15.

Songket menggunakan teknik tenunan, di mana benang emas ditenun antara benang sutera pada kain latar. Fibrik yang mewah dan mahal ini menggambarkan struktur sosial dikalangan bangsawan Melayu.

Alat tenun yang dapat berdiri sendiri. Alat ini memiliki bingkai-bingkai persegi yang mengikat sejumlah kawat berlubang tempat lewat benang lungsi. Alat tenun ini dilengkapi dengan seperangkat pedal (tijakan) yang berfungsi untuk menaik-turunkan bingkai lungsi
Naik turunnya bingkai-bingkai diperlukan untuk membuat bukaan diantara susunan benang benang lungsi sehingga benang pakan dapat lewat dengan mudah. Umumnya alat tenun Tijak digunakan secara penuh waktu bukan digunakan untuk kegiatan musiman. Alat ini digunakan untuk membuat kain songket.

Pembuatan tenun songket pada dasarnya dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos.Tahap kedua adalah menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan

Pada tahap pertama benang-benang yang akan dijadikan kain dasar dihubungkan ke paso. Posisi benang yang membujur ini oleh masyarakat Silungkang disebut “benang tagak”.

Setelah itu, benang-benang tersebut direnggangkan dengan alat yang disebut palapah. Pada waktu memasukkan benang-benang yang arahnya melintang, benang tagak direnggangkan lagi dengan palapah. Pemasukkan benang-benang yang arahnya melintang ini menjadi relatif mudah karena masih dibantu dengan alat yang disebut pancukia. Setelah itu, pengrajin menggerakkan karok dengan menginjak salah satu tijak-panta untuk memisahkan benang sedemikian rupa, sehingga ketika benang pakan yang digulung pada kasali yang terdapat dalam skoci atau turak dapat dimasukkan dengan mudah, baik dari arah kiri ke kanan (melewati seluruh bidang karok) maupun dari kanan ke kiri ( secara bergantian).

Alat Penenun - Tanjak
Alat Penenun – Tanjak

Tahap kedua adalah pembuatan ragam hias dengan benang makao (benang masatau benang yang berwarna lain). Ragam hias tenun diciptakan dengan teknik menenun yang dikenal dengan teknik pakan tambahan atau suplementaryweft .Caranya agak rumit karena untuk memasukkannya ke dalam kain dasar harus melalui perhitungan yang teliti. Dalam hal ini bagian-bagian yang menggunakan benang lusi ditentukan dengan alat yang disebut pancukie yang terbuat dari bambu

Songket Melayu Langkat Sumatera Timur

Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan Negeri Langkat hal ini dapat dilihat dengan masih berdirinya masjid azizi , dan puing-puing istana. Di era pemerintahan Indonesia kota tanjung pura menjadi salah satu kecamatan yang ada dikabupaten Langkat. Diera kesultanan penggunaan pakaian tradisional Melayu menggunakan kain samping yang berbahan songket untuk pria dan baju berbahan tenunan songket bagi kaum perempuan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibeberapa wilayah kesultanan memiliki pengrajin penghasil tenuan songket. Motif dan corak masing-masing pengrajin songket memiliki pola dan motif yang berbeda antara kesultanan dengan lainnya di sumatera timur.

Kain tenun songket melayu Langkat menjadi salah satu peninggalan budaya yang masih terpelihara dan masih dimintai oleh masyarakat . Penggunaan kain tenun songket Langkat dipakai diacara kegiatan pernikahan dan acara adat dan budaya masyarakat melayu sumatera timur dan telah sampai ke manca Negara.

Bapak Asfan & Ibu Nafisah
Bapak Asfan & Ibu Nafisah

Salah Satu Pengrajin Tenun Songket Melayu Langkat yang masih memproduksi hasil Tenun songket Melayu Langkat pengrajin yang berada di tanjung pura Langkat di desa Pekubuan. Yang dikelola oleh Suami istri Bapak Asfan dan ibu Nafisah.

Usaha yang dirintis beliau pada tahun 1989 dengan dibantu istrinya telah memiliki 16 Alat tenun namun hanya tujuh yang digunakan akan dipakai untuk mengerjakan pesanan kain yang akan dipakai oleh anggota DPRD Kabupaten Langkat pada hari jadi Langkat ke 265 tahun pada tanggal 17 Januari 2015 yang dilaksanakan di Alun-alun Tengku Amir Hamzah.

Kesulitan Bahan baku dan ketertarikan kaum muda untuk menjadi pengrajin mengancam kelestarian kain tenun songket melayu Langkat.Songket Melayu Langkat memiliki 64 Jenis motif yang mana diantaranya ada 17 yang merupakan motif lama yang telah ada sejak zaman kesultanan negeri Langkat diantaranya biduk tuas , Lebah Bergantung dan Karang-karang.

Pada acara Penganugrahan gelar adat Kesultanan Negeri langkat yang dilaksanakan di Pelataran Masjid Azizi Tanjung Pura pada tanggal 30 Maret 2013 , Kain Songket yang dikenakan Sultan Langkat adalah hasil dari produksi rumah tenun songket bapak Asfan dan Ibu Nafisah.Menurut ibu Nafisah menenun butuh ketekunan dan ketelitian sesuai degan motif yang ada, untuk dapat mahir menenun songket dibutuhkan waktu 30 hari untuk belajar dan setelah memiliki kemampuan menun songket pengrajin dapat menghasilkan kain sepanjang 2 meter selama 7 hari. Hasil Tenun Kain Songket yang telah menjadi sehelai kain dihargai dengan harga yang berkisar 350 ribui rupiah sampai dengan 2,5 juta rupiah berdasarkan kualitas dan jenis kain yang dihasilkan.

Untuk melakukan pelestarian kain tenun songket melayu langkat beliau memberikan pelatihan kepada generasi muda di langakat namun sangat disayangkan keahlian tenun songket melayu langkat masih sangat minim dan tidak ditindaklanjuti oleh generasi selanjutnya.Menurut bapak Asfan Jika hidup manusia penuh dengan simbol-simbol, di dalam kain songket juga mempunyai arti. Arti perlambangan yang sakral dalam setiap coraknya dan dalam satu kain songket terdapat warna, motif dan perlambangan berbeda sehingga menghasilkan perpaduan yang menarik. Adapun lambang-lambang yang terdapat dalam kain songket dan penggunaannya antara lain:

Motif bunga mawar dalam desain kain songket memiliki arti perlambangan sebagai penawar malapetaka. Jenis kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongannya. Motif bunga tanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai lambang ucapan selamat datang kepada siapa saja. Kain songket yang mempunyai motif bunga tanjung biasa digunakan oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu. Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan sopan santun, keanggungan dan kesucian. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan kesucian. Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik sebab bambu merupakan pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang sekalipun. Motif pucuk rebung selalu ada dalam setiap kain songket sebagai kepala kain atau tumpal kain tersebut. Penggunaan motif pucuk rebung pada kain songket dimaksudkan agar si pemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan baik dalam setiap langkah hidup.

Pada masa sekarang ini di negara Indonesia, arti dan perlambang dalam motif kain tidak sedikit yang mengabaikannya, banyak dari mereka mengindahkan semuanya itu. Apa yang ada dalam dalam motif kain ini sebenarnya melambangkan sebuah do’a untuk sipemakainya, sebagai contoh motif pucuk rebung memiliki arti agar sipemakai selalu berada dalam keberuntungan dalam hidupnya. Apa yang ada dalam motif kain ini merupakan simbol dari harapan manusia itu sendiri.

Sumber : https://tanjungpurabangkit.wordpress.com/2015/02/10/khazanah-tenun-songket-melayu-negeri-langkat/

Show More
Back to top button
Close
Close