Berita

Manfaatkan Aliran Sei Wampu, Warga Ampera Ciptakan Keramba Apung Sebagai Usaha Sampingan

LANGKATPEDIA.COM (STABAT) : Selain banyaknya penambangan pasir, aliran sei Wampu juga dapat dimanfaatkan untuk usaha keramba apung dengan membudidayakan berbagai jenis ikan bernilai ekonomis dan juga potensi udang galah khas Langkat yang belum di kembangkan. Salah seorang warga di dusun Ampera 1 di desa Stabat Lama Barat kabupaten Langkat telah berhasil mengembangkan budidaya ternak ikan Nila yang sudah berjalan lima tahun dengan memanfaatkan aliran sungai Wampu melalui media keramba apung.

“Awalnya kami melihat peluang di aliran sei Wampu selain Pasir, dapat juga di manfaatkan untuk membudidayakan ikan Nila dengan menggunakan keramba apung sehingga sudah 5 tahunlah keramba apung di sini berjalan dan bertahan sampai saat ini”, ujar Muhammad Nurdin selaku pemilik usaha budidaya ikan Nila di Kerampa Apung miliknya membuka dialog kepada kru Langkatpedia.com pada Rabu (19/02/2020). “Bisa mencapai 3 sampai 4 ekor Nila per kilo selama 1 bulan” ucapnya penuh semangat melanjutkan. “Harga jualnya bisa mencapai sekitar 30 ribu per kilo karena di jual eceran”, sambungnya lagi.

Pembuatan 1 keramba apung ini, modalnya berkisar 4 juta rupiah yang terdiri dari pembelian bahan kayu broti, jaring pukat, jaring halus, drum kaleng atau drum fiber. “Kalau di keramba apung di sini, untuk satu kerambanya menggunakan 6 drum dengan panjang mencapai 6 meter, lebar dua setengah meter dan dalam satu meter setengah”, jelasnya lagi. “Drum kaleng berkisar 125 ribu sedangkan drum fiber mencapai 200 ribu per drum dan harga jaring pukat mencapai 58 ribu per kilo nya dan membutuhkan 7 sampai 8 kilo per keramba dan saya buat sendiri”, ungkapnya melanjutkan.

Untuk satu keramba apung, bibitnya sekitar 1000 ekor dan sekali panen dapat mencapai 300-400 kilo jika sudah mencapai sia 4 bulan siap panen. “Kami memiliki tiga keramba apung dan hampir mencapai satu ton saat panen setelah 4 bulan”, ungkapnya menjelaskan.

“Kendala yang di hadapi biasanya pernah ada ikan mabuk, tapi tak terganggu dengan keramba apung yang ada di sini karena aliran airnya terus mengalir”, jelasnya lagi. “Kendala utamanya ya modal untuk biaya pakan yang cukup lumayan besar modalnya, harganya pelet super saja bisa mencapai Rp.11.500 per kilogramnya sedangkan untuk makanan tambahannya kangkung yang sering di kasih”, ungkapnya. Tinggal tiga keramba apung kepunyaan M. Nurdin dari enam sebab pernah terkena lubang tanah yang ada di titi Wampu. “Sedangkan resiko lainnya, bisa disapu air sungai dan terkena kayu sawit dari Bahorok ketika arus sungai naik, alhamdulillah awak belum pernah kena”, ucapnya melanjutkan.

“Untuk bibit ukuran 1 sampai 2 inci, alhamdulillah ada bantuan dari dinas Perikanan dan Kelautan Pemkab Langkat”, bebernya. “Rencananya mereka juga akan membantu keramba apung untuk tahun muka kalau jadi”, harapnya. “Kalau untuk pemasaran, pasar lokal saja sudah cukup, karena konsumsi ikan Nila untuk masyarakat sekitar saja sudah banyak peminatnya”, jelasnya lagi.

Beliau juga pernah mengikuti sekali pelatihan dari dinas perikanan dan kelautan yang pembicaranya dari Pemprovsu. “Untuk pemberian pakan bisa dua kali sehari, itupun kalau sudah besar, pagi dan sore saja”, sambungnya. “Kalau masih kecil, bisa 4 sampai 5 kali sehari dan setelah 2 bulan besar, di sortir ke keramba lain”, jelasnya.

Terdapat satu gubuk yang di dirikan di atas keramba apung miliknya untuk duduk santai menikmati aliran Sei Wampu. “Sesekali juga untuk jaga malam dan alhamdulillah masih amannya sini”, jelasnya melanjutkan.

Ia menjelaskan bahwa keramba apung kepunyaannya baru di jadikan penghasilan sampingan, “kalau ada 6 keramba, baru dapat penghasilan bisa 4 sampai juta per bulan yang putarannya mencapai 6 bulan”, ungkapnya mengakhiri. (Gus)

Tags
Show More
Back to top button
Close
Close